Makhluk hidup tidak dapat hidup sendiri. Mereka saling tergantung satu sama lain, terutama dalam hal makanan. Contohnya biji padi dimakan tikus, tikus dimakan ular, dan ular dimakan elang. Jika elang mati, bangkai elang diuraikan oleh bakteri. Bangkai yang terurai oleh bakteri menjadi zat-zat yang menyuburkan tanah. Tanah yang subur menjadikan padi tumbuh subur. Perjalanan makan dan dimakan itu disebut rantai makanan.[1]
Pada rantai makanan tersebut padi merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat memasak makanan sendiri sehingga disebut produsen. Hewan pemakan tumbuhan disebut konsumen pertama, sedangkan hewan pemakan konsumen pertama disebut konsumen kedua. Jika ada lagi pemakan hewan konsumen kedua maka disebut konsumen ketiga. Di alam banyak sekali rantai makanan, manusia juga merupakan bagian dari rantai makanan, yaitu sebagai konsumen.[2]
Suatu ekosistem biasanya memiliki hingga konsumen tingkat IV atau disebut konsumen puncak. Konsumen puncak adalah hewan yang tidak dapat dimakan lagi oleh hewan lainnya. Pada contoh di atas yang menjadi konsumen puncak adalah elang. Pada semua ekosistem pasti terdapat rantai makanan. Rantai makanannya bisa panjang dan bisa juga pendek. Contoh rantai makanan pendek yaitu pisang dimakan kelelawar kemudian kelelawar mati diuraikan oleh bakteri. Contoh rantai makanan panjang yaitu daun pohon mangga dimakan ulat, ulat dimakan burung, burung dimakan kucing, selanjutnya kucing mati diuraikan oleh bakteri.[3]
Pada ekosistem laut juga terbentuk beberapa rantai makanan. Berbagai tumbuhan tumbuh di laut. Makhluk hidup terkecil di laut disebut plankton (baca plangton). Plankton ada dua, yaitu plankton tumbuhan (fitoplankton) dan plankton hewan (zooplankton). Plankton tumbuhan dimakan oleh plankton hewan. Plankton hewan dimakan oleh ikan kecil. Ikan kecil dimakan oleh ikan besar. Ikan besar mati dan diuraikan oleh bakteri.[4]
Urutan peristiwa makan dan dimakan di atas dapat berjalan seimbang dan lancar bila seluruh komponen tersebut ada. Bila salah satu komponen tidak ada, maka terjadi ketimpangan dalam urutan makan dan dimakan tersebut. Agar rantai makanan dapat terus berjalan, maka jumlah produsen harus lebih banyak daripada jumlah konsumen kesatu, konsumen kesatu lebih banyak daripada konsumen kedua, dan begitulah seterusnya.
Ada satu lagi komponen yang berperan besar dalam rantai makanan, yaitu pengurai Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati. Hasil kerja pengurai dapat membantu proses penyuburan tanah. Contoh pengurai adalah bakteri dan jamur.[5]
Jaring-Jaring Makanan
Dalam kehidupan sehari-hari, peristiwa makan dan dimakan tidak sesederhana seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Rumput sebagai produsen tidak hanya dimakan oleh belalang saja, tetapi juga dimakan oleh burung dan hewan lainnya. Ular tidak hanya memakan katak saja tetapi juga memakan tikus, ayam, dan hewan lainnya.
Sekumpulan rantai makanan ini saling berhubungan satu dan yang lainnya memben tuk jaring-jaring makanan. Contoh jaring-jaring makanan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Pada jaring-jaring makanan tersebut terdapat beberapa rantai makanan di antaranya adalah sebagai berikut.
1. padi → tikus → elang → pengurai
2. padi → tikus → musang → elang → pengurai
3. padi → burung → musang → elang → pengurai
4. padi → burung → elang → pengurai[6]
[1]Choirulamin dan Amin Priyono, Ilmu Pengetahuan Alam 4, Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009, hlm. 86
[2]Poppy K.Devy, Ilmu Pengetahuan Alam 4, Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009, hlm. 72
[3]Choirulamin dan Amin Priyono, Ilmu Pengetahuan Alam 4, Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009
[4]Choirulamin dan Amin Priyono, Ilmu Pengetahuan Alam 4, Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009, hlm. 87
[5]Budi Wahyono dan Setya Nurachmandani, Ilmu Pengetahuan Alam 4, Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 62
[6]Heri Sulistyanto dan Edi Wiyono, Ilmu Pengetahuan Alam 4, Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 64
EmoticonEmoticon